Patutkah bertanya kapan nikah?

 

Mulai hari ini, niatnya mau rutin nulis lagi. 

Mau bikin kesepakatan pada diri sendiri agar komitmen nulis, satu tulisan di setiap malam. 

Nah btw man teman saya dapat kata kata yang bagus banget, ini nyonto dari tulisan teman yang disadur dari sebuah novel, tapi saya gak tahu judul novelnya apaan, dan saya yakin kata kata ini sudah tidak asing lagi di telinga kalian. 

Yakni,

Saat hidupmu lebih baik itu bukan berarti menjadi lampu hijau untuk mengomentari hidup orang lain

Baca dan pahami betul betul yakk!

Dalemmm banget kan!

Tulisan ini tidak sengaja kubaca pas lihat bukunya temenku, dan btw temenku ini habis berdebat dengan temenku yang lain. 

Ahh biar tidak rempong, sebut saja temenku ini si A, sementara temenku yang lain si B. 

You know, masalah apaan? Tidak lain tidak bukan ialah masalah pertanyaan kapan nikah. 

Pertanyaan yang cukup menjadi huru hara,  karena sebagian orang, ada yang menganggap itu hanya basa basi, tanda perhatian, dan berbagai alasan positif lainnya. 

Namun disisi lain, ada sebagian lainnya yang menganggap pertanyaan tersebut cukup sensitif sehingga rasa rasanya tidak perlu dan tidak patut ditanyakan, terkecuali kalau memang niat serius bantuin nyariin jodoh plus bayarin biaya nikah, hehe.

Nah kondisinya si A sama kayak aku, sama sama belum nikah, sementara si B sudah nikah dan punya anak. Jadi, bisa kalian bayangkan isi perdebatannya kayak apa. (Wkkwk edisi saya malas nulis banyak, gaes) 

Saya pribadi mikirnya, 

Terhadap si A :

Dalam hidup ini, kita tidak bisa mengontrol orang lain agar bertindak sesuai ekspektasi kita. Kita hanya bisa mengontrol diri kita. 

Kita tidak bisa meminta orang lain agar mau memahami, toleransi dan mengerti kondisi kita. Jadi ya kudu kita sendiri yang memfilter omongan maupun tindakan orang lain. 

Sakit hati, baper, sedih itu wajar, karena kita manusia, bahkan membalasnya pun oke (dengan ctt kudu bener bener impas dalam takaran Allah agar tidak termasuk dholim). Tapi ada yang jauh lebih baik lagi, yakni diam dan memaafkan. Meski itu sulitnya masyaAllah. Hehe. 

Terhadap si B:

Ya ampun kalau kamu sudah nikah dan bahagia, ya sudah sana bersyukur! Tidak usah banyak bacot dan nyindir nyindir kami, yang masih di tahap menunggu jodoh.

Kamu pikir kami gak pingin nikah apa? Kami pun sebenarnya pingin, tapi sama Allah belum dikasih ya mau gimana lagi selain tetap sabar, doa dan ikhtiar. 

Dan note besar besar:

Nikah itu bukan sebuah perlombaan siapa yang paling cepat, melainkan siapa yang paling bahagia dan langgeng di pernikahannya. 

Jadi ya ayolah kita berbaikan, yang sudah nikah maupun yang belum nikah, kita punya pandangan dan persepsi masing masing, tidak perlu saling memaksakan. 

Karena kalau sudah waktunya nikah, kami, rombongan orang belum nikah, pasti juga akan menikah.